Planet Baru Yang Ditemukan

Planet Baru Yang Ditemukan

Ditemukan, 10 Planet Baru di Galaksi Bima Sakti

Ini adalah contoh artikel. Liputan6.com, Wellington (20/5/2011): Sepuluh planet baru mengambang melalui galaksi ditemukan tim astronom internasional yang dipimpin ilmuwan Selandia Baru. Kesepuluh planet berukuran Jupiter itu merupakan penemuan baru dalam sejarah Galaksi Bima Sakti. Penemuan menggunakan perangkat lunak yang dikembangkan ilmuwan komputer Universitas Massey, Wellington, Australia. Mereka planet raksasa di galaksi kita, sekitar ukuran Jupiter. Ternyata selam ini kesepuluh planet tersebut berada di suatu tempat di antara kita dan bintang-bintang, kata Ian Bond, seorang Astro Fisika, belum lama ini. Planet-planet itu diyakini berjarak sekitar dua-pertiga dari pusat galaksi, berjarak sekitar 25.000 tahun cahaya. Jika mereka terlihat dengan mata telanjang, planet-planet itu akan menjadi gelap gulita, karena mereka tidak memancarkan cahaya. Planet baru ini bisa saja dikeluarkan dari sistem surya karena pertemuan gravitasi dekat dengan planet lain atau bintang. Kemungkinan besar planet baru tumbuh dari keruntuhan bola gas dan debu, tapi tak memiliki massa untuk menyalakan bahan bakar dan menghasilkan cahaya bintang sendiri. Temuan itu menyebabkan para peneliti beraharap planet mengambang bebas seukuran Bumi yang dapat mendukung kehidupan. Meskipun hingga saat ini kemungkinan itu kecil, planet semacam itu belum terdeteksi.

Jalan R.A Kartini No. 25

0821-8926-6636 (Whatsapp)

www.smkn3palangkaraya.sch.id

Planet baru seukuran Bumi dikabarkan ditemukan. Planet ini bahkan disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Bumi.

Planet ini mengorbit sebuah bintang kecil dan dingin yang diperkirakan bersinar 100 kali lebih lama dari Matahari.

Dikutip dari detikINET, dunia berbatu yang dinamai Speculoos-3b ini berjarak 55 tahun cahaya dari Bumi dan terdeteksi saat melintas di depan bintang induknya, katai merah ultra-dingin yang setengah panas Matahari dan 100 kali lebih terang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Planet yang baru ditemukan ini digambarkan berukuran hampir sama dengan Bumi, berputar mengelilingi bintang katai merah setiap 17 jam sekali, membuat satu tahun di planet ini lebih pendek daripada satu hari di Bumi.

Meskipun waktu yang tersedia di Speculoos-3b sangat singkat, siang dan malam tidak pernah berakhir. "Kami percaya bahwa planet berputar secara serempak, sehingga sisi yang sama, yang disebut sisi siang hari, selalu menghadap bintang, seperti halnya Bulan terhadap Bumi.

"Di sisi lain, sisi malam planet tersebut akan diliputi kegelapan tanpa akhir," kata Michaël Gillon, astronom di University of Liège di Belgia dan penulis utama studi yang dipublikasikan di Nature Astronomy tersebut, dikutip dari The Guardian.

Ini adalah sistem planet kedua yang ditemukan di sekitar bintang serupa, setelah terdeteksinya tujuh planet berbatu di sekitar Trappist-1, bintang katai merah lainnya yang berjarak 40 tahun cahaya dari Bumi.

Para peneliti melihat planet tersebut saat melintasi permukaan bintangnya sehingga menyebabkan peredupan cahaya bintang. Transit tersebut terdeteksi oleh jaringan teleskop robot global Speculoos (Search for Planets EClipsing ULtra-cOOl Stars).

Bintang katai merah ultra-dingin membentuk sekitar 70% bintang di galaksi kita dan bertahan selama sekitar 100 miliar tahun, menjadikan mereka pesaing untuk menjadi bintang terakhir yang bersinar di alam semesta. Karena sangat redup dan tersebar di langit, para astronom harus mengamatinya selama beberapa minggu untuk mendeteksi planet yang melintas di depannya.

Umur bintang katai merah yang panjang berarti planet-planet yang mengorbitnya mungkin cukup hangat untuk memunculkan kehidupan. Namun dalam kasus Speculoos-3b, kehidupan apa pun akan menghadapi lingkungan yang sangat keras. Orbit planet yang sempit menandakan Speculoos-3b dibombardir dengan radiasi, sehingga menerima energi hampir 16 kali lebih banyak per detik dibandingkan Bumi.

"Dalam lingkungan seperti itu, keberadaan atmosfer di sekitar planet ini sangat kecil kemungkinannya," kata Julien de Wit, ilmuwan planet di MIT dan salah satu direktur Speculoos Northern Observatory dan teleskop Artemis miliknya.

Artikel ini telah tayang di detikInet dengan judul Ditemukan Planet Seukuran Bumi, Punya Siang dan Malam

Spesies ular anakonda baru ditemukan para ilmuwan di hutan hujan Amazon. Dikabarkan, spesies tersebut merupakan jenis ular yang terbesar di dunia.

Para ilmuwan yang bekerja di hutan hujan Amazon telah menemukan spesies ular anakonda baru, yang dikabarkan merupakan ular terbesar di dunia.

Awalnya, tim Universitas Queensland pergi ke Amazon Ekuador untuk mencari anakonda hijau utara (Eunectes akayima) yang sebelumnya tidak terdokumentasikan. Mereka diundang masyarakat Waorani mengamati anakonda yang dikabarkan terbesar yang pernah ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim tersebut bergabung dengan pemburu dalam ekspedisi 10 hari ke wilayah Bameno, sebelum mendayung menyusuri sistem sungai untuk menemukan beberapa anakonda bersembunyi di perairan dangkal, menunggu mangsa. Anakonda inilah yang diduga terbesar di dunia dan mereka namakan anakonda hijau utara (Eunectes akayima).

"Ukuran makhluk ini sungguh luar biasa, seekor anakonda betina yang kami temui berukuran panjang 6,3 meter," kata Profesor Bryan Fry, ahli biologi Universitas Queensland, yang memimpin tim tersebut.

Tim juga mengatakan telah mendengar bukti samar bahwa ular berukuran 7,5 meter dan berat 500 kilogram telah terlihat di daerah tersebut.

Anakonda hijau adalah ular terberat di dunia. Museum Sejarah Alam Inggris, mencatat bahwa ular terberat yang pernah tercatat berbobot 227 kilogram. Panjangnya 8,43 meter dan lebar 1,11 meter. Sementara spesies lain, ular sanca batik, cenderung lebih panjang, sering mencapai lebih dari 6,25 meter tapi lebih ringan.

Para ahli yang mempelajari makhluk tersebut menemukan bahwa spesies anaconda hijau utara yang diidentifikasi ini, menyimpang dari anaconda hijau selatan hampir 10 juta tahun yang lalu, dan perbedaan genetik mereka sebesar 5,5%.

"Ini cukup signifikan, sebagai perbandingan, manusia hanya berbeda sekitar 2% dari simpanse," kata Fry yang dikutip detikINET dari CNN. Temuan ini dijelaskan dalam jurnal MDPI Diversity.

Para peneliti juga memperingatkan Amazon menghadapi banyak ancaman. "Deforestasi di lembah Amazon akibat ekspansi pertanian diperkirakan mengakibatkan hilangnya habitat sebesar 20-31%, yang mungkin berdampak pada 40% hutan Amazon pada tahun 2050," kata Fry.

Degradasi habitat, kebakaran hutan, kekeringan dan perubahan iklim mengancam spesies langka seperti anakonda, yang hidup di ekosistem langka tersebut.

Artikel ini telah tayang di detikInet dengan judul Spesies Baru Ular Terbesar di Dunia Ditemukan di Amazon

BANJARMASINPOST.CO.ID - Sekelompok peneliti asal Queensland University of Technology, Australia, baru-baru ini menemukan jenis pisang unik. Kabarnya, pisang ini kaya akan vitamin serta bisa menyelamatkan nyawa manusia!

Pisang Emas Penyelamat

Pisang ini dinamakan pisang emas. Sesuai dengan namanya, pisang ini berwarna kuning emas. Penemuan ini berawal dari sebuah proyek yang bertujuan meningkatkan gizi masyarakat Uganda.

Banyak anak di Uganda yang kekurangan vitamin A. Kekurangan vitamin A ini membuat mereka mengalami kebutaan, bahkan meninggal dunia.

Penelitian yang dilakukan di Australia ini, didanai oleh Bill & Melinda Gates Foundation. Ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian mereka pada kesehatan anak-anak di Uganda. Di sana, pisang merupakan salah satu makanan pokok. Dengan adanya pisang emas yang kaya vitamin A, diharapkan dapat mengurangi jumlah kematian dan kebutaan pada anak-anak di lingkungan tersebut.

Dana sebanyak USD 10.000.000 atau sekitar 130 miliar rupiah dikeluarkan oleh Bill & Melinda Gates Foundation untuk terus mengembangkan jenis pisang emas. Mereka pun bercita-cita agar petani Uganda dapat mulai menanam pisang tersebut dalam beberapa tahun ke depan.

Menggabungkan Gen Pisang Papua Nugini dengan Pisang Cavendish

Profesor Dale, pemimpin penelitian ini, mengatakan mulanya mereka ingin mengambil kekayaan vitamin A pada pisang asal Papua Nugini. Tetapi, pisang di Papua Nugini hanya memiliki tandan yang kecil. Jadi, para peneliti mencoba memasukkan gen pisang dari Papua Nugini ke pisang Cavendish untuk menghasilkan pisang jenis baru.

Pisang emas berbentuk kurang lebih sama dengan pisang pada umumnya. Kecuali warnanya yang keemasan.

Artikel ini sudah dimuat di bobo.grid.id berjudul Pisang Emas, Pisang Jenis Baru yang Kaya Vitamin

KOMPAS.com - Dalam sebuah studi, para astronom telah menemukan planet ekstrasurya mirip Bumi bernama Gliese 12 b, yang terletak hanya 40 tahun cahaya di konstelasi Pisces.

Planet yang mengorbit bintang katai merah yang sejuk ini bisa menjadi salah satu kandidat paling menjanjikan untuk studi mengenai kelayakhunian planet dan pencarian kehidupan di luar Bumi.

Keunikan planet Gliese 12 b

Planet Gliese 12 b unik karena beberapa alasan. Ukurannya sebanding dengan Venus, sedikit lebih kecil dari Bumi, dan diperkirakan memiliki suhu permukaan 42 derajat Celsius. Suhu ini jauh lebih dingin dibandingkan 5.000 exoplanet yang telah ditemukan sejauh ini.

Planet ini mengorbit bintangnya, Gliese 12, setiap 12,8 hari pada jarak hanya 7 persen jarak Bumi-Matahari.

Akibatnya, Gliese 12 b menerima sekitar 60 persen lebih banyak energi dari bintangnya dibandingkan dengan yang diterima Bumi dari Matahari.

Baca juga: Astronom Menduga Ada Planet Raksasa yang Bersembunyi di Tata Surya

Di sisi lain, bintang induknya berukuran sekitar 27 perden dari Matahari dan memiliki suhu permukaan sekitar 60 persen dari Matahari. Hal ini menyeimbangkan keadaan Gliese 12, sehingga berpotensi layak huni meskipun letaknya dekat dengan bintangnya.

Kemudian, menentukan apakah Gliese 12 b mempunyai atmosfer sangat penting untuk memahami potensinya dalam mendukung kehidupan.

Kondisi permukaan planet bisa sangat bervariasi berdasarkan komposisi atmosfernya. Planet ini mungkin memiliki atmosfer mirip Bumi, yang mempertahankan suhu yang mendukung air cair dan kehidupan.

Sebagian besar nilai ilmiah planet Gliese 12 b terletak pada pemahaman tentang atmosfer seperti apa yang dimilikinya.

Mengingat Gliese 12 b berada di antara jumlah cahaya yang diterima Bumi dan Venus dari Matahari, hal ini akan berguna untuk menjembatani kesenjangan antara kedua planet ini di tata surya.

Baca juga: Temuan Planet Aneh Bersinar Merah, Penuh dengan Gunung Berapi Aktif

TOI 700 d merupakan satu dari macam-macam planet baru. Transiting Exoplanet Survey Satellite atau TESS telah menemukan planet eksoplanet yang berpotensi dihuni pertama kali. Seukuran dengan Bumi dan mengorbit bintang sekitar 100 tahun cahaya dari Bumi, menurut badan tersebut.

Penemuan ini diumumkan pada pertemuan ke-235 American Astronomical Society pada Senin, 6 Januari 2020 di Honolulu. Planet ini adalah bagian dari sistem multi-planet di sekitar TOI 700, bintang kerdil yang berada di konstelasi Dorado.

Itu hanya sekitar 40% dari massa dan ukuran matahari kita, dengan setengah dari suhu permukaan. TOI 700 d merupakan satu dari tiga yang mengorbit bintang. Jaraknya tepat untuk mendukung air mencair di permukaan zona layak huni bintang.

Temuan ini menarik bagi para astronom karena ini adalah salah satu dari beberapa planet yang berpotensi dihuni, yang ditemukan di luar tata surya kita dan berukuran sebesar Bumi. TOI 700 d adalah yang terluar dari tiga planet, menyelesaikan satu orbit di sekitar bintang setiap 37 hari Bumi.

Dari bintangnya yang lebih kecil, planet ini menerima sekitar 86% energi yang disediakan matahari untuk Bumi. Planet ini dianggap terkunci secara tidal, artinya satu sisi selalu berada di siang hari.

Bisnis.com, JAKARTA - Para astronom menemukan tujuh planet baru yang kondisinya 'digoreng' oleh bintangnya

Para astronom yang menggunakan data yang diperoleh dari teleskop luar angkasa Kepler milik NASA, telah mengidentifikasi tujuh planet yang mengorbit sebuah bintang di galaksi Bima Sakti.

Ke-tujuh planet itu terpanggang oleh bintangnya karena energi pancarannya.

Ketujuh planet tersebut lebih besar dari Bumi, yang terbesar dari empat planet berbatu di tata surya kita, namun lebih kecil dari Neptunus, yang terkecil dari empat planet gas di tata surya kita.

Semuanya memiliki orbit yang lebih dekat ke bintang induknya, yang disebut Kepler-385, dibandingkan jarak rata-rata Merkurius ke Matahari.

“Semua planet ‘digoreng’ lebih intens dibandingkan planet mana pun di tata surya kita,” kata astronom Jack Lissauer dari Pusat Penelitian Ames NASA di California, penulis utama studi yang akan dipublikasikan di Journal of Planetary Science dilansir dari Reuters.

Sebagian besar planet lain berukuran sekitar 2,4 kali lebih besar dari Bumi.

“Semua kemungkinan memiliki atmosfer yang tebal, dan panas di seluruh permukaannya, yang mungkin berada jauh di bawah puncak awannya,” kata Lissauer.

Planet terluar mengorbit sekitar 40% jarak Bumi-Matahari. Jaraknya sedikit lebih kecil dari jarak rata-rata antara Matahari dan Merkurius.

Peluang kehidupan di salah satu dari tujuh planet ini memang sangat kecil. Mungkin ada planet tambahan yang mengorbit lebih jauh dari bintang yang tidak kita ketahui karena lebih sulit dideteksi.

Khususnya, jika ada planet seukuran Bumi di sistem yang berjarak Bumi-Matahari.

Para ilmuwan hingga saat ini telah mengidentifikasi lebih dari 5.500 exoplanet planet di luar tata surya kita – dan menemukan ratusan bintang dengan banyak exoplanet.

Namun koleksi tujuh eksoplanet yang dimiliki Kepler-385 hanya diungguli oleh delapan eksoplanet yang diketahui mengorbit bintang bernama Kepler-90. Satu bintang lainnya, TRAPPIST-1, diketahui memiliki tujuh. Tata surya kita memiliki delapan planet.

Teleskop luar angkasa Kepler, misi perburuan planet pertama NASA, dihentikan pada tahun 2018. Teleskop ini mendeteksi exoplanet dengan mengamati penurunan kecil kecerahan bintang ketika sebuah planet melintas di depannya dari sudut pandang kita.

Studi baru ini mengkatalogkan sekitar 4.400 planet yang terlihat oleh teleskop sejak diluncurkan pada tahun 2009 hingga pensiun. Para ilmuwan terus menganalisis datanya, sebagaimana dibuktikan dengan identifikasi populasi eksoplanet Kepler-385.

Studi ini lebih lanjut menggambarkan bahwa ada banyak jenis sistem planet yang berbeda – dan banyak di antaranya mungkin tidak terlalu mirip dengan tata surya kita. Hampir pasti ada sistem planet yang berjumlah lebih dari delapan, namun teleskop sejauh ini belum cukup sensitif untuk mendeteksi planet ekstrasurya yang lebih kecil dengan baik.

Bintang Kepler-385 memiliki diameter dan massa sekitar 10% lebih besar daripada Matahari kita, namun lebih terang dan sedikit lebih panas. Letaknya sekitar 5.000 tahun cahaya dari Bumi. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam setahun, 5,9 triliun mil (9,5 triliun km).

Planet terkecil dari tujuh planetnya – 20% lebih besar dari Bumi – mengorbit paling dekat dengan bintang, pada jarak lebih dari 4% jarak antara planet kita dan matahari. Planet berikutnya berukuran sekitar 20% lebih besar dari planet terdalam.

“Keduanya kemungkinan besar berbatu, dan terkunci pasang surut, menunjukkan wajah yang sama terhadap bintangnya sepanjang waktu, seperti halnya bulan terhadap Bumi,” kata Lissauer. Hal ini membuat mereka sangat panas di dekat titik terdekat dengan bintang. Namun karena atmosfer mana pun kemungkinan besar sudah lama mendidih, belahan bumi yang menghadap jauh dari bintang akan selalu gelap dan sangat dingin.

Penemuan dengan metode transit

Gliese 12 b ditemukan menggunakan metode transit, yang melibatkan pendeteksian penurunan kecerahan bintang saat sebuah planet melintas di depannya.

Metode ini tidak hanya membantu dalam mengidentifikasi planet, tetapi juga menyediakan cara untuk mempelajari atmosfernya.

Selama transit, jika suatu planet memiliki atmosfer, sebagian cahaya bintang akan melewatinya, meninggalkan penanda kimia unik yang dapat diperiksa oleh teleskop seperti James Webb Space Telescope (JWST).

Penemuan ini menawarkan kesempatan untuk mempelajari apakah planet mirip Bumi yang mengorbit bintang-bintang dingin dapat mempertahankan atmosfernya dan tetap layak huni.

Penemuan baru ini adalah salah satu dari sedikit planet beriklim sedang seukuran Bumi yang cukup dekat untuk dipelajari secara mendetail.

Studi dan observasi lebih lanjut, khususnya menggunakan JWST, akan fokus pada deteksi dan analisis atmosfer. Upaya ini akan membantu menentukan apakah Gliese 12 b dapat mempertahankan kondisi yang sesuai untuk air cair dan kemungkinan kehidupan.

Penemuan ini juga menggarisbawahi pentingnya mempelajari planet-planet di sekitar bintang-bintang dingin, jenis bintang paling umum di Bima Sakti.